Rabu, 05 Agustus 2009

Bijak Mengonsumsi Obat


Seputar Indonesia, Selasa 4 Agusus 2009

SEMAKIN banyaknya obat bebas di pasaran sangat membantu Anda saat jatuh sakit.Tapi hati-hati,salah memilih obat justru akan berakibat fatal terhadap kesehatan. Obat menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di saat tubuh seseorang dalam kondisi kurang sehat.

Misalnya saat terserang sakit kepala, demam, batuk, atau pilek, orang biasanya memilih untuk mengobatinya dengan obat bebas yang dijual di pasaran.Dalam anggapan mereka, penyakit tersebut bukanlah penyakit parah dan bisa disembuhkan dengan obat yang dijual bebas. Makin banyaknya jenis obat yang dijual bebas tersebut semakin mendukung kebiasaan tersebut.

Penggunaan obat keras yang terjadi di masyarakat semakin merebak dan diperparah dengan adanya konsumsi obat yang keliru dan tanpa pengawasan dokter. Padahal, jika diketahui bahayanya,konsumsi obat yang keliru banyak menimbulkan efek samping yang membahayakan. Dikatakan oleh Dr Handrawan Nadesul bahwa obat bisa berarti dua pengertian.

Obat sebagai penyembuh, dan sebagai pembawa petaka. Salah memahami, keliru persepsi, dan anggapan rancu terhadap obat bisa menyengsarakan. ”Selain ketidaktahuan awam, petaka bisa datang dari pihak penyembuhan,” tutur dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya,Jakarta. Handrawan menjelaskan, obat berubah menjadi ”racun” bila salah alamat dan tidak tepat pemakaiannya.

Untuk itulah konsumsi obat sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan dokter. Bukan saja obat keras dalam pengertian yang tergolong daftar G yaitu obat keras atau obat yang penggunaannya harus dengan resep dokter,dan daftar O yaitu obat yang sangat diawasi, tetapi juga jangan pernah abaikan efek jelek obat warung (obat bebas dan obat bebas terbatas) sekalipun.

”Masyarakat perlu dibuat cerdas menghadapi obat dan mendikamentosa,” tandasnya pada acara seminar ‘Pemakaian Obat Keras di Masyarakat’ yang diselenggarakan Pfizer Press Club di Hotel Sahid Jakarta,Kamis,30 Juli 2009. Kewaspadaan tersebut perlu semakin dipupuk demi keselamatan pribadi dan keluarga, juga masyarakat pun tidak sampai harus menjadi korban akibat obat.

Untuk mendukung gerakan ini, pemerintah pun turut terkena dampaknya seperti dampak berupa kehilangan sumber daya manusia,menurunnya produktivitas, dan kualitas bangsa,serta kerugian lainnya. Pemakaian obat yang salah dan tak tepat, sering juga terjadi karena komunikasi dokter-pasien dan pasien-apotek yang kurang terjalin, selain kemungkinan akibat keteledoran pihak medis.

Masalah bisa muncul karena efek samping obat,intoleransi,hipersensitivitas, adiksi, sampai intoksikasi, dan interaksi obat sendiri. ”Seringanringan obat,tentu punya efek samping,” ujar dokter yang aktif sebagai pengasuh rubrik kesehatan di sejumlah media ini. Handrawan menambahkan,kekeliruan masyarakat akibat salah memilih obat bisa saja menimbulkan kasus iatrogenic.

Kasus iatrogenic ini juga merupakan penyakit atau gangguan kesehatan baru dalam rangka pengobatan akibat sikap dan perlakuan keliru yang dilakukan oleh pihak layanan medis yang berpotensi muncul dari kelalaian dan atau menulis resep yang tidak rasional. Kerugian lain akibat keliru memilih obat yang dilakukan oleh pasien dalam berobat bisa muncul karena upaya pengobatan sendiri atau swamedikasi.

Selain itu bisa jadi juga lantaran lemahnya pemahaman tentang obat. ”Semua ini bisa diredam apabila pasien cerdas akan mampu meredam kemungkinan munculnya dampak buruk,” tutur dokter kelahiran Karawang, Jawa Barat, 31 Desember 1948. Obat sendiri bersifat individual.

Artinya, tergantung kondisi tubuh masing-masing pasien. Jadi, pasien yang merasa sakitnya sama dengan seseorang, belum tentu bisa diberikan obat yang sama pula. ”Obat yang sama dengan dosis sama untuk penyakit sama, belum tentu persis sama respons tubuhnya,” paparnya. Handrawan menjelaskan, toleransi obat, hipersensitivitas obat, jenis penyakit, sifat kepribadian pasien memerlukan pendekatan orang per orang oleh pihak layanan medis agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

”Jangankan obat ethical yang harus ditebus dengan resep dokter, obat warung saja pun perlu perhatian. Terutama efek sampingnya,” ucap Handrwan. Ironisnya yang terjadi di masyarakat saat ini, rata-rata orang kita gampang sekali mengonsumsi obat bahkan untuk indikasi yang tidak perlu sekalipun. Perlu waspada menghadapi obat keras.Terlebih obat yang bikin ketergantungan.

”Tak sedikit pemakaian obat yang salah alamat, dan overdiagnosis (bukan diagnosisnya) sehingga selain merugikan dalam hal finansial, juga tubuh terbebani memikul efek samping yang sebetulnya tak perlu terjadi,”tuturnya. Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memilih obat, Kasubdit Pengawasan Penandaan & Promosi Produk Therapy (PT) Produk Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tuning Nina mengimbau masyarakat untuk membudayakan membaca informasi dalam penandaan obat perlu ditingkatkan.

”Pemberian kata ”aman”pada label obat apabila tanpa keterangan lengkap, sebenarnya tidak boleh,” ucapnya di acara yang sama. Obat keras yang menimbulkan ketergantungan ada baiknya dihindari.(inggrid namirazswara)

Tidak ada komentar:

Jangan Lupa Waktu yaa...

Jadwal Shalat Jakarta dan Sekitarnya

Blogging gak bisa menghasilkan uang? Siapa bilang? Coba klik deh...